Thursday, 2 October 2014

MAKALAH [Kasus Pelanggaran HAM Tragedi Semanggi]





KATA PENGANTAR



Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga makalah ini dapat selesai dibuat tepat pada waktunya. Dan akhirnya dapat melengkapi tugas dari mata pelajaran PPKn.

Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, maka penulis menerima kritik dan saran yang membangun agar makalah selanjutnya menjadi lebih baik lagi.




BAB I

PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang

Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”. Oleh karena itu tim penyusun makalah akan membahas lebih lanjut mengenai Tragedi Semanggi itu sendiri, Kejahatan Berat, kaitannya dengan HAM dan penanganan  dari pemerintah sendiri.

B.        Rumusan Masalah


Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:


·       Apa pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)


·       Penjelasan Hak Asasi Manusia (HAM) pada tataran Global


·       Permasalahan dan Penegakan HAM di Indonesia


·       Bagaimanakah kronologis pelanggaran Hak Asasi Manusia pada tragedi Semanggi?


·       Bagaimana penerapan hukumnya?


·       Bagaimana solusi mengatasi masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia?






BAB II

PEMBAHASAN


A.        Awal Tragedi Simangi I  1998 dan Simangi II 1999

Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa yang mengakibatkan tewasnya warga sipil. Kejadian pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November1998, masa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Kejadian kedua dikenal dengan Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September1999 yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di seluruh Jakarta serta menyebabkan 217 korban luka-luka.

Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan B. J. Habibie dan tidak percaya dengan para anggota DPR/ MPR Orde Baru. Mereka juga mendesak untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.

Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga menentang dwifungsi ABRI/ TNI. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari seluruh Indonesia dan dunia internasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mencegah mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa.

Pada 24 September1999, untuk yang kesakian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan kepada aksi-aksi mahasiswa. Kalau itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB. Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka tembak di depan Universitas Atma Jaya

B.        Fakta dan Pola Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Berdasarkan fakta-fakta, dokumen, keterangan dan kesaksian berbagai pihak, KPP HAM menemukan berbagai kekerasan yang pada dasarnya melanggar hak asasi manusia seperti pembunuhan, penganiayaan, penghilangan paksa, perkosaan, perampasan kemerdekaan dan kebebasan fisik yang dilakukan secara sistematis serta meluas yang dilakukan oleh pelaku tertentu dengan sasaran masyarakat tertentu. Masyarakat tersebut secara khusus adalah mahasiswa maupun masyarakat yang berdemonstrasi terhadap kekuasaan politik untukmenuntut perubahan, termasuk terhadap rencana melahirkan UU PKB.

KPP HAM memusatkan perhatian pada tiga (3) rangkaian kejadian di sekitar kampus Trisakti 12-13 Mei 1998, di sekitar Semanggi 13-14 November 1998 (dikenal dengan peristiwa Semanggi I), dan pada 23-24 September 1999 (dikenal dengan Semanggi II). Meskipun kurun waktu terjadinya peristiwa tesebut berbeda, tiga rangkaian peristiwa ini tidak dapat dipisahkan dan dilepaskan dari kebijakan pemerintah dalam menghadapi gelombang demonstrasi mahasiswa dan masyarakat akan perlunya reformasi.

Kekerasan-kekerasan yang tidak manusiawi dan sangat kejam yang ditemukan dalam ketiga peristiwa itu mencakup tindakan-tindakan di bawah ini :



1)   Pembunuhan

Telah terjadi pembunuhan yang sistematis di berbagai daerah dalam waktu yang panjang, yaitu pada Mei 1998, Nopember 1998, serta September 1999. Tindakan pembunuhan itu dilakukan terhadap mahasiswa demonstran, petugas bantuan medis, anggota masyarakat yang berada disekitar lokasi demonstran, ataupun anggota masyarakat yang dimobilisasi untuk menghadapi demonstran. Pembunuhan serupa juga dilakukan dalam kerusuhan massa yang diciptakan secara sistematis sebagaimana terjadi di Jakarta dan Solo pada Mei 1998 (lihat laporan TGPF).

2)   Penganiayaan

Telah terjadi penganiayaan untuk membubarkan demonstrasi yang dilakukan sejumlah mahasiswa dan anggota masyarakat yang dilakukan oleh aparat TNI dan POLRI (dahulu disebut ABRI). Penganiayaan ini terjadi secara berulang-ulang di berbagai lokasi, seperti pada kampus Universitas Trisakti, dan Universitas Atmajaya, dan Semanggi yang mengakibatkan timbulnya korban fisik (seperti terbunuh, luka ringan dan luka berat) dan mental. Hal ini dikarenakan terkena gas air mata, pukulan, tendangan, gigitan anjing pelacak dan tembakan sehingga harus mengalami perawatan yang serius.

3)   Perkosaan atau bentuk kekerasan seksual lain yang setara

Terutama pada Mei 1998, telah terjadi tindak kekerasan seksual termasuk perkosaan yang mengakibatkan sejumlah perempuan mengalami trauma dan penderitaan fisik dan mental. Trauma yang dialami sulit diatasi karena korban tidak berani tampil untuk menceritakan apa yang dialaminya.

4)   Penghilangan paksa

Pada bulan Mei 1998, telah terjadi penghilangan secara paksa terhadap 5 (lima) orang yang diantaranya adalah aktifis dan anggota masyarakat yang hingga kini nasib dan keberadaannya tidak diketahui. Dalam peristiwa ini, negara belum juga mampu menjelaskan nasib dan keberaan mereka.

5)   Perampasan kemerdekaan dan kebebasan fisik

Sebagai bagian dari tindakan kekerasan, dilakukan pula tindakan penggeledahan, penangkapan dan penahanan yang dilakukan secara sewenang-wenang dan melewati batas-batas kepatutan sehingga menimbulkan rasa tidak aman dan trauma. Perbuatan ini dilakukan sebagai bagian yang tidak terpisah dari upaya penundukan secara fisik dan mental terhadap korban.

C.        Upaya Penyelesaian Dalam Pelanggran HAM

1.      Pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II 
Meskipun DPR RI telah merekomendasikan agar kasus Trisakti dan Semanggi I dan II ditindak lanjuti dengan Pengadilan Umum dan Pengadilan Militer, namun sehubungan dengan adanya dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM berat, tuntutan keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat, dan dalam rangka penegakan hukum dan penghormatan hak asasi manusia, dipandang perlu Komnas HAM melakukan penyelidikan dengan membentuk Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II. Maka dalam Rapat Paripurna Komnas HAM tanggal 5 Juni 2001 menyepakati pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II yang selanjutnya dituangkan dalam SK Nomor 034/KOMNAS HAM/VII/ 2001 tanggal 27 Agustus 2001.

2.      Landasan Hukum 
Pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II didasarkan atas:

a)        Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

b)        Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

c)         Keputusan Rapat Paripurna Komnas HAM tanggal 5 Juni 2001.

d)        Keputusan Ketua Komnas HAM Nomor 034/KOMNAS HAM/VII/2001 tanggal 27 Agustus 2001 tentang Pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia peristiwa Trisakti, Semanggi I& II.

3.      Tugas dan Wewenang

Tugas dan wewenang KPP HAM Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II adalah :

a)   Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang terjadi dan kasus-kasus yang berkaitan

b)   Meminta keterangan pihak-pihak korban

c)    Memanggil dan memeriksa saksi-saksi dan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia

d)   Mengumpulkan bukti-bukti tentang dugaan pelanggaran hak asasi manusia

e)   Meninjau dan mengumpulkanketerangan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu

f)     Kegiatan lain yang dianggap perlu Penyelesaian kasus trisakti nasibnya kurang lebih sama dengan reformasi, yaitu mati suri. Bertahun-tahun sudah kasus trisakti terjadi, tapi para pelaku tidak pernah terungkap dengan terang benderang, sehingga mereka tak pernah dibawa ke meja hijau.

Padahal Komnas HAM menengarai adanya pelanggaran HAM berat pada penangan demonstrasi mahasiswa Trisakti 12 Mei 1998. Salah satu indikasi sulitnya membongkar kasus ini adalah keterlibatan orang-orang penting (berkuasa) pada saat itu atau bahkan sampai saat ini sehingga ada banyak kepentingan yang menghalang-halangi penuntasa kasus ini.Tahun demi tahun terus bergulir. Pemerintah (presiden) pun telah beberapa kali berganti, namun penyelesaian kasus trisakti tidak tahu rimbanya. Komnas HAM menyatakan bahwa mereka telah menyerahkan laporan penyalidikan kasus itu sejak 6 Januari 2005 kepada Kejaksaan Agung. Namun sampai saat ini tidak ada tindak lanjut yang jelas yang dapat diketahui masyarakat terutama keluarga korban. Untuk itu diperlukan keseriusan, kejujuran, dan kebranian berbagai pihak untuk menuntaskan kasus ini. Presiden serta menkopolhukam dan kementrian hukum dan HAM yang ada dibawahnya harus bertindak. DPR memberikan pengawasan dan meningkatkan pemerintah, Kejaksaan Agung harus mengambil langkah strtegis. Demikian juga keberadaan Komnas HAM dan pihak lainnya untuk sama-sama mencari solusi penyelesaiann kasus ini. Tanpa itu semua, sepertinya kita masih harus menunngu bagaimana akhir dari tragedy Trisakti




 BAB III

PENUTUP

A.        Kesimpulan

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM. Penanganan dan penyelesaian kasus Trisakti-Semanggi tidak pernah mendapatkan kepastian hukum. Sepertinya keberadaan UU HAM, Komnas HAM, dan KPP HAM tidak berdaya mengungkap tragedi kemanusiaan tersebut. Ironisnya justru memunculkan perbedaan pendapat. Apakah tragedi berdarah ini termasuk pelanggaran HAM berat atau bukan. Sebenarnya ada apa dengan aparat penegak hukum kita.



B.        Saran

Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan orang lain





1 comments:

Post a Comment