KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga makalah ini dapat selesai dibuat tepat pada
waktunya. Dan akhirnya dapat melengkapi tugas dari mata pelajaran PPKn.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kata sempurna, maka penulis menerima kritik dan saran
yang membangun agar makalah selanjutnya menjadi lebih baik lagi.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada
diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak
persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu
atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah
HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam
era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era
reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal
pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan
orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain
dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini
penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini
penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”. Oleh karena itu tim penyusun
makalah akan membahas lebih lanjut mengenai Tragedi Semanggi itu sendiri,
Kejahatan Berat, kaitannya dengan HAM dan penanganan dari pemerintah
sendiri.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
· Apa pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
· Penjelasan Hak Asasi Manusia (HAM) pada tataran Global
· Permasalahan dan Penegakan HAM di Indonesia
· Bagaimanakah kronologis pelanggaran Hak Asasi Manusia pada tragedi Semanggi?
· Bagaimana penerapan hukumnya?
· Bagaimana solusi mengatasi masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Awal Tragedi Simangi
I 1998 dan Simangi II 1999
Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap
pelaksanaan dan agenda Sidang
Istimewa yang mengakibatkan tewasnya warga sipil. Kejadian
pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November1998, masa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Kejadian kedua dikenal dengan
Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September1999 yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di
seluruh Jakarta serta menyebabkan 217 korban luka-luka.
Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang
Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan.
Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan B. J. Habibie dan tidak percaya dengan para anggota DPR/ MPR Orde Baru. Mereka juga mendesak untuk menyingkirkan militer dari politik
serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.
Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga menentang dwifungsi ABRI/ TNI. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung
dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta
dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian
sangat besar dari seluruh Indonesia dan dunia internasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk
mencegah mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat
perhatian ekstra ketat dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka di
bawah tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa.
Pada 24 September1999, untuk yang kesakian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan kepada
aksi-aksi mahasiswa. Kalau itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi
untuk mengeluarkan Undang-Undang
Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang
materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer
untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah
mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang
diberlakukannya UU PKB. Mahasiswa dari Universitas
Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka tembak di depan Universitas Atma
Jaya
Berdasarkan fakta-fakta, dokumen, keterangan dan
kesaksian berbagai pihak, KPP HAM menemukan berbagai kekerasan yang pada
dasarnya melanggar hak asasi manusia seperti pembunuhan, penganiayaan, penghilangan
paksa, perkosaan, perampasan kemerdekaan dan kebebasan fisik yang dilakukan
secara sistematis serta meluas yang dilakukan oleh pelaku tertentu dengan
sasaran masyarakat tertentu. Masyarakat tersebut secara khusus adalah mahasiswa
maupun masyarakat yang berdemonstrasi terhadap kekuasaan politik untukmenuntut
perubahan, termasuk terhadap rencana melahirkan UU PKB.
KPP HAM memusatkan perhatian pada tiga (3) rangkaian
kejadian di sekitar kampus Trisakti 12-13 Mei 1998, di sekitar Semanggi 13-14
November 1998 (dikenal dengan peristiwa Semanggi I), dan pada 23-24 September
1999 (dikenal dengan Semanggi II). Meskipun kurun waktu terjadinya peristiwa
tesebut berbeda, tiga rangkaian peristiwa ini tidak dapat dipisahkan dan
dilepaskan dari kebijakan pemerintah dalam menghadapi gelombang demonstrasi
mahasiswa dan masyarakat akan perlunya reformasi.
Kekerasan-kekerasan yang tidak manusiawi dan sangat
kejam yang ditemukan dalam ketiga peristiwa itu mencakup tindakan-tindakan di
bawah ini :
1)
Pembunuhan
Telah terjadi pembunuhan yang sistematis di berbagai
daerah dalam waktu yang panjang, yaitu pada Mei 1998, Nopember 1998, serta
September 1999. Tindakan pembunuhan itu dilakukan terhadap mahasiswa
demonstran, petugas bantuan medis, anggota masyarakat yang berada disekitar
lokasi demonstran, ataupun anggota masyarakat yang dimobilisasi untuk
menghadapi demonstran. Pembunuhan serupa juga dilakukan dalam kerusuhan massa
yang diciptakan secara sistematis sebagaimana terjadi di Jakarta dan Solo pada
Mei 1998 (lihat laporan TGPF).
2)
Penganiayaan
Telah terjadi penganiayaan untuk membubarkan
demonstrasi yang dilakukan sejumlah mahasiswa dan anggota masyarakat yang
dilakukan oleh aparat TNI dan POLRI (dahulu disebut ABRI). Penganiayaan ini
terjadi secara berulang-ulang di berbagai lokasi, seperti pada kampus
Universitas Trisakti, dan Universitas Atmajaya, dan Semanggi yang mengakibatkan
timbulnya korban fisik (seperti terbunuh, luka ringan dan luka berat) dan
mental. Hal ini dikarenakan terkena gas air mata, pukulan, tendangan, gigitan
anjing pelacak dan tembakan sehingga harus mengalami perawatan yang serius.
3)
Perkosaan atau bentuk
kekerasan seksual lain yang setara
Terutama pada Mei 1998, telah terjadi tindak kekerasan
seksual termasuk perkosaan yang mengakibatkan sejumlah perempuan mengalami
trauma dan penderitaan fisik dan mental. Trauma yang dialami sulit diatasi
karena korban tidak berani tampil untuk menceritakan apa yang dialaminya.
4)
Penghilangan paksa
Pada bulan Mei 1998, telah terjadi penghilangan secara
paksa terhadap 5 (lima) orang yang diantaranya adalah aktifis dan anggota
masyarakat yang hingga kini nasib dan keberadaannya tidak diketahui. Dalam
peristiwa ini, negara belum juga mampu menjelaskan nasib dan keberaan mereka.
5)
Perampasan kemerdekaan
dan kebebasan fisik
Sebagai bagian dari tindakan kekerasan, dilakukan pula
tindakan penggeledahan, penangkapan dan penahanan yang dilakukan secara
sewenang-wenang dan melewati batas-batas kepatutan sehingga menimbulkan rasa
tidak aman dan trauma. Perbuatan ini dilakukan sebagai bagian yang tidak
terpisah dari upaya penundukan secara fisik dan mental terhadap korban.
1.
Pembentukan Komisi
Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan
Semanggi II
Meskipun DPR RI telah merekomendasikan agar kasus Trisakti dan Semanggi I
dan II ditindak lanjuti dengan Pengadilan Umum dan Pengadilan Militer, namun
sehubungan dengan adanya dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM berat,
tuntutan keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat, dan dalam rangka
penegakan hukum dan penghormatan hak asasi manusia, dipandang perlu Komnas HAM
melakukan penyelidikan dengan membentuk Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM
Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II. Maka dalam Rapat Paripurna Komnas HAM
tanggal 5 Juni 2001 menyepakati pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak
Asasi Manusia Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II yang selanjutnya
dituangkan dalam SK Nomor 034/KOMNAS HAM/VII/ 2001 tanggal 27 Agustus 2001.
2.
Landasan Hukum
Pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia peristiwa
Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II didasarkan atas:
a)
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
b)
Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
c)
Keputusan Rapat
Paripurna Komnas HAM tanggal 5 Juni 2001.
d)
Keputusan Ketua Komnas
HAM Nomor 034/KOMNAS HAM/VII/2001 tanggal 27 Agustus 2001 tentang Pembentukan
Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia peristiwa Trisakti, Semanggi
I& II.
3.
Tugas dan Wewenang
Tugas dan wewenang KPP HAM Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II adalah :
a)
Melakukan penyelidikan
dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang terjadi dan kasus-kasus yang berkaitan
b)
Meminta keterangan
pihak-pihak korban
c)
Memanggil dan
memeriksa saksi-saksi dan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam pelanggaran
hak asasi manusia
d)
Mengumpulkan
bukti-bukti tentang dugaan pelanggaran hak asasi manusia
e)
Meninjau dan
mengumpulkanketerangan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap
perlu
f)
Kegiatan lain yang
dianggap perlu Penyelesaian kasus trisakti nasibnya kurang lebih sama dengan
reformasi, yaitu mati suri. Bertahun-tahun sudah kasus trisakti terjadi, tapi
para pelaku tidak pernah terungkap dengan terang benderang, sehingga mereka tak
pernah dibawa ke meja hijau.
Padahal Komnas HAM menengarai adanya pelanggaran HAM
berat pada penangan demonstrasi mahasiswa Trisakti 12 Mei 1998. Salah satu
indikasi sulitnya membongkar kasus ini adalah keterlibatan orang-orang penting
(berkuasa) pada saat itu atau bahkan sampai saat ini sehingga ada banyak
kepentingan yang menghalang-halangi penuntasa kasus ini.Tahun demi tahun terus
bergulir. Pemerintah (presiden) pun telah beberapa kali berganti, namun
penyelesaian kasus trisakti tidak tahu rimbanya. Komnas HAM menyatakan bahwa
mereka telah menyerahkan laporan penyalidikan kasus itu sejak 6 Januari 2005
kepada Kejaksaan Agung. Namun sampai saat ini tidak ada tindak lanjut yang
jelas yang dapat diketahui masyarakat terutama keluarga korban. Untuk itu
diperlukan keseriusan, kejujuran, dan kebranian berbagai pihak untuk
menuntaskan kasus ini. Presiden serta menkopolhukam dan kementrian hukum dan
HAM yang ada dibawahnya harus bertindak. DPR memberikan pengawasan dan
meningkatkan pemerintah, Kejaksaan Agung harus mengambil langkah strtegis.
Demikian juga keberadaan Komnas HAM dan pihak lainnya untuk sama-sama mencari
solusi penyelesaiann kasus ini. Tanpa itu semua, sepertinya kita masih harus
menunngu bagaimana akhir dari tragedy Trisakti
BAB III
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia
sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya
terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar
atau menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan
dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM
baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan
suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh
proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam
Undang-Undang pengadilan HAM. Penanganan dan penyelesaian kasus
Trisakti-Semanggi tidak pernah mendapatkan kepastian hukum. Sepertinya
keberadaan UU HAM, Komnas HAM, dan KPP HAM tidak berdaya mengungkap tragedi
kemanusiaan tersebut. Ironisnya justru memunculkan perbedaan pendapat. Apakah
tragedi berdarah ini termasuk pelanggaran HAM berat atau bukan. Sebenarnya ada
apa dengan aparat penegak hukum kita.
B.
Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan
dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa
menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran
HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang
lain.Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi
antara HAM kita dengan orang lain
Sumber : http://aratnasri9.wordpress.com/2014/07/02/kasus-pelanggaran-ham-tragedi-trisakti-semanggi/
1 comments:
thanks
Post a Comment