Sunday, 26 July 2015

PERSAHABATAN TIADA AKHIR




Pagi hari yang cerah pada musim semi di Kota London. Aku pun bangun tidur, lalu bersiap untuk pergi ke sekolah baruku. Tiba-tiba ibu memanggilku “Lisa, ayo cepat sarapan. Nanti kamu terlambat pergi ke sekolah”. “Ya, ibu. Sebentar lagi”, kataku. Setelah selesai sarapan, aku langsung berpamitan dengan ibu, lalu berangkat ke sekolahku naik sepeda.

Sampai di sekolah, aku duduk dan bertemu dengan teman sebangkuku. Aku langsung berkenalan dengan dia. “Perkenalkan namaku Lisa, aku anak baru di sekolah ini. Nama kamu siapa?”, kataku dengan anak sebangkuku. “Namaku Emma, salam kenal”, katanya.

‘Tet tet’ bel berbunyi saatnya masuk kelas dan Bu Martha, wali kelasku masuk ke kelas. “Anak-anak, ini ada murid baru. Dia pindahan dari Kota Manchester, ayo perkenalkan dirimu”, kata Bu Martha. “Nama saya Lisa, dari Kota London”, kataku. “Silahkan duduk, Lisa. Sekarang waktunya pelajaran Bahasa Inggris, bukunya dikeluarkan”, kata Bu Martha.
Aku pun bahagia sekolah di London, karena mempunyai guru yang sabar dan sahabat yang baik, seperti Emma.

Bel istirahat berbunyi, aku bersama Emma pergi ke kantin bersama. Kami memilih makanan dan minuman yang sama pula. Setelah membayar makanan, kami pun duduk di depan kelas sambil makan. “Eh, besok main yuk,” cetus Emma. “Oke… main ke taman pinggir kota, bagaimana? Di sana banyak bunga dan aku ingin mengambil foto juga,” balasku. “Oke… besok ketemuan depan Cafe Mr. Wales, ya”, balas Emma lagi. “Oke… ma,” kataku.

Tidak lama kemudian, bel berbunyi tanda kelas sudah masuk. Waktunya pelajaran Bu Jeniffer, guru mata pelajaran matematika. 2 jam hingga 3 jam pelajaran sudah terlewati, saatnya bel pulang ‘tet tet’. “Sekian dari pelajaran saya, tolong dipelajari lagi bab. yang saya ajarkan. Selamat siang” kata Pak Mark, yang mengajar pelajaran IPA pada saat itu. “Selamat siang, pak”, balas murid-murid.

Keesokan harinya, aku pergi ke Cafe Mr. Wales untuk menunggu Emma sambil memesan es capuccino kesukaanku. Emma pun datang, “eh… ayo pergi ke taman”. “Sebentar, ya. Aku mau makan dulu dari tadi belum sarapan. Kamu cantik pakai blus merah itu,” kataku sambil tertawa. “Hahahah ya, Lisa. Terima kasih,” balas Emma sambil tertawa juga. Setelah makan, aku dan Emma pergi ke taman pinggir kota. Disana banyak tumbuh bunga dan pohon yang aku jarang jumpai di Manchester. Aku pun mengambil beberapa foto tanaman disana. Tak jarang aku meminta Emma untuk memfoto diriku dan Emma memintaku juga untuk memfotonya. Kami berkeliling taman, sampai-sampai kami lapar. Emma lalu mengajakku untuk pergi ke restoran milik ibunya di dekat taman tersebut.

“Halo, selamat siang, Emma. Ini siapa Emma?” tanya Ibu Emma. “Ini teman sekelasku bu, dia pindahan dari Kota Manchester. Namanya Lisa”, balas Emma. “Nama saya Lisa, bu,” kataku sambil bersalaman dengan ibunya Emma. “Ya, senang bertemu denganmu, Lisa. Mau pesan apa, nak?” tanya Ibu Emma lagi. “Saya mau pesan sup ayam dan es lemon saja, bu. Kamu, Ma?” pintaku sambil menawarkan makanan yang akan dipesan. “Saya pesan spagetti keju dan es teh, bu”. “Ahhh Emma, kamu buat saja sendiri di dapur,” tawa Ibu Emma. “Ibu, ayolah. Tolong buatkan ya,” rengek Emma. “Ya, sebentar, nak. Ibu buatkan”,

Makanan pun sudah datang, kami makan. “haduh… kenyangnya, enak masakan ibu kamu. Terima kasih, ya”. “Terima kasih, Lisa. Buat pujiannya. Sama-sama,” kata Emma sambil tersenyum. Setelah makan, aku mengajak Emma berkeliling Kota London naik sepeda, melewati BigBang.

Berhari-hari bahkan berbulan-bulan aku berteman dengan Emma sampai dengan SMA pun kami selalu bersama. Pergi ke mana pun selalu bersama, hingga pada suatu hari aku tidak masuk sekolah karena sakit panas selama 3 hari. Pada saat itulah aku dijenguk oleh Emma dan Ibunya. “Kamu sakit apa, Lisa?” tanya Ibu Emma. “Dia sakit panas bu, sudah 3 hari ini dia belum sembuh”, balas ibuku. “Oh, ya aku bawakan buah-buahan ini. Semoga kamu cepat sembuh, ya Lisa. Agar kita bisa bermain dan berkeliling Kota London tiap hari Minggu,” kata Emma sambil tertawa. “Terima kasih untuk buah-buahannya,” balasku.

Pada suatu hari di saat bel istirahat, Emma berkata “yuk kita buat janji”. “Janji apa?” gumamku. “Ya, janji kalau kita akan bersahabat terus tiada akhir dan tidak akan pecah apapun yang terjadi, oke. Aku sudah menganggap kamu seperti saudaraku sendiri”. “Oke, aku juga sudah menganggap kamu seperti saudara sendiri. Kita adalah teman terbaik, SELAMANYA,” kataku sambil tertawa.

Dalam perjalanan ke kelas, aku masih terbayang oleh kata-kata Emma istirahat lalu, aku mencoba untuk berfikir positif saja. Menganggap tidak ada yang akan terjadi. Pelajaran dimulai, 2 jam – 3 jam telah berlalu saatnya pulang. Setelah sampai di rumah, aku meletakkan tasku lalu mengambil minum. Telingaku masih terngiang oleh kata-kata Emma, aku mempunyai firasat. Dan aku berusaha untuk berfikir positif. Tiba-tiba telepon rumahku berbunyi ‘kringg…. kringgg’ ibuku yang mengangkat. “Halo, ini Ibunya Lisa kan?” tanya si penelpon. “Ya, benar. Ada apa bu?” balas ibuku. “Saya Ibunya Emma. Emma telah meninggal karena kecelakaan sepulang sekolah tadi,” kata si penelpon sambil menangis. “Apa? Oh.. ya terima kasih bu, buat informasinya,” balas ibuku. “Sama-sama bu” kata si penelpon

“Lisa, coba kesini nak. Ibu mau berbicara dengan kamu”. “Ada apa bu? Kok ibu menangis?” Kataku. “Emma telah meninggal nak. Dia kecelakaan tadi siang setelah pulang sekolah”. “Apa?” cetusku sambil bingung dan menangis, aku tidak menyangka bahwa Emma telah meninggalkanku secepat ini. Ternyata firasatku tadi waktu istirahat benar, bahwa Emma akan meninggalkanku untuk selama-lamanya. Dan aku bertemu dengan Emma untuk terakhir kalinya.

Aku dan ibuku pergi melayat ke Rumah Emma, teman-teman dan seluruh guru pergi ke sana juga. Aku pun menangis, teringat Emma. Aku berdoa kepada Tuhan semoga Emma diterima disisinya. Dalam perjalanan mengantar Emma untuk ke tempat peristirahatan terakhirnya, aku diberi surat terakhir dari Emma oleh Ibunya. Surat itu tertulis, “terima kasih, kawan kau telah memberikan kenangan terakhir untukku. Tertanda Emma”. Aku pun menangis lagi, “ya sama-sama kawanku, selamat jalan. Semoga kau diterima disisihnya dan mengenang semua pengalaman yang kita lakukan bersama dan terakhir kalinya. Terima kasih juga Emma, kau telah menjadi teman terbaik dalam hidupku. Untuk SELAMANYA dan persahabatan ini memang tiada akhir,” kataku dalam hati sambil tersenyum.


0 comments:

Post a Comment